Bangga dengan Bantul? Jangan Lupakan Sejarahnya

Bantul itulah nama kota kelahiranku, persis dengan apa yang dicantumkan pada akta kelahiranku. Bantul merupakan salah satu nama kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta.  Kabupaten Bantul terletak di sebelah selatan Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman. Di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Gunung Kidul. Di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo. Sedangkan di sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Hindia.




Bantul memang tak bisa dilepaskan dari sejarah Yogyakarta sebagai kota perjuangan dan sejarah perjuangan Indonesia pada umumnya. Bantul menyimpan banyak kisah kepahlawanan. Antara lain, perlawanan Pangeran Mangkubumi di Ambar Ketawang dan upaya pertahanan Sultan Agung di Pleret. Perjuangan Pangeran Diponegoro di Selarong. Kisah perjuangan pioner penerbangan Indonesia yaitu Adisucipto, pesawat yang ditumpanginya jatuh ditembak Belanda di Desa Ngoto. Sebuah peristiwa yang penting dicatat adalah Perang Gerilya melawan pasukan Belanda yang dipimpin oleh Jenderal Sudirman (1948) yang banyak bergerak di sekitar wilayah Bantul. Wilayah ini pula yang menjadi basis, "Serangan Oemoem 1 Maret" (1949) yang dicetuskan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX.


 Tolok awal pembentukan wilayah Kabupaten Bantul adalah perjuangan gigih Pangeran Diponegoro melawan penjajah bermarkas di Selarong sejak tahun 1825 hingga 1830. Seusai meredam perjuangan Diponegoro, Pemeritah Hindia Belanda kemudian membentuk komisi khusus untuk menangani daerah Vortenlanden yang antara lain bertugas menangani pemerintahan daerah Mataram, Pajang, Sokawati, dan Gunung Kidul. Kontrak kasunanan Surakarta dengan Yogyakarta dilakukan baik hal pembagian wilayah maupun pembayaran ongkos perang, penyerahan pemimpin pemberontak, dan pembentukan wilayah administratif.


Tanggal 26 dan 31 Maret 1831 Pemerintah Hindia Belanda dan Sultan Yogyakarta mengadakan kontrak kerja sama tentang pembagian wilayah administratif baru dalam Kasultanan disertai penetapan jabatan kepala wilayahnya. Saat itu Kasultanan Yogyakarta dibagi menjadi tiga kabupaten yaitu Bantulkarang untuk kawasan selatan, Denggung untuk kawasan utara, dan Kalasan untuk kawasan timur. Menindaklanjuti pembagian wilayah baru Kasultanan Yogyakarta, tanggal 20 Juli 1831 atau Rabu Kliwon 10 sapar tahun Dal 1759 (Jawa) secara resmi ditetapkan pembentukan Kabupaten Bantul yang sebelumnya di kenal bernama Bantulkarang. Seorang Nayaka Kasultanan Yogyakarata bernama Raden Tumenggung Mangun Negoro kemudian dipercaya Sri Sultan Hamengkubuwono V untuk memangku jabatan sebagai Bupati Bantul.
Tanggal 20 Juli ini lah yang setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Jadi Kabupaten Bantul. Selain itu tanggal 20 Juli tersebut juga memiliki nilai simbol kepahlawanan dan kekeramatan bagi masyarakat Bantul mengingat Perang Diponegoro dikobarkan tanggal 20 Juli 1825.Pada masa pendudukan Jepang, pemerintahan berdasarkan pada Usamu Seirei nomor 13 sedangakan stadsgemente ordonantie dihapus. Kabupaten Memiliki hak mengelola rumah tangga sendiri (otonom).(bantulkab.go.id)

Kabupaten Bantul memiliki  17 kecamatan yaitu;
-          Kecamatan Bantul
-          Kecamatan  Bambanglipuro
-          Kecamatan Banguntapan
-          Kecamatan Imogiri
-          Kecamatan Jetis
-          Kecamatan Dlingo
-          Kecamatan Kretek
-          Kecamatan Kasihan
-          Kecamatan Sewon
-          Kecamatan Piyungan
-          Kecamata Pandak
-          Kecamatan Pundong
-          Kecamatan Pleret
-          Kecamatan Pajangan
-          Kecamatan Sedayu
-          Kecamatan Sanden
-          Kecamatan Sranadakan
Kabupaten Bantul memiliki motto yaitu PROJOTAMANSARI (Profesional, Ijo royo-royo, Tertib, Aman dan Asri). Obyek-obyek wisata yang terdapat di Kabupaten Bantul pun cukup banyak. Salah satu pantai yang terkenal yaitu PARIS (Pantai Parangtritis). “Geplak” itulah nama makanan khas di Bantul. 




Adapun beberapa perguruan tinggi yang terletak di Kabupaten Bantul di antaranya yaitu Institut Seni Indonesia  (ISI), Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Akademi Kebidanan Yogyakarta (AKBIDYO) dan Institut Sains dan Teknologi  Akprind Yogyakarta (ISTA).

Tidak ada komentar: